Rabu, 16 Januari 2013

Alamat Situs DPM FH UNMER MALANG

Salam, 
Selamat Malam Rekan- rekan untuk mempererat tali silaturahmi dengan DPM FH UNMER Malang, rekan- rekan dapat mengunjungi :
EMAIL : dpmfh.unmer@gmail.com
FACEBOOK : Dpm Fakultas Hukum Unmer
TWITTER : @DPMFHUnmer
BLOG : www.dpmfhunmer.blogspot.com

Semangad selalu,
Terima Kasih.

TEORI KEADILAN JOHN RAWLS PEMAHAMAN SEDERHANA BUKU A THEORY OF JUSTICe



October 19, 2010


s
Teori Keadilan John Rawls Pemahaman Sederhana Buku A Theory Of Justice
Di dalam perkembangan pemikiran filsafat hukum dan teori hukum, tentu tidak lepas dari konsep keadilan. Konsep keadilan tindak menjadi monopoli pemikiran satu orang ahli saja. Banyak  para pakar dari berbegai didiplin ilmu memberikan jawaban apa itu keadilan. Thomas Aqunas, Aristoteles, John Rawls, R. Dowkrin, R. Nozick dan Posner sebagian nama yang memberikan jawaban tentang konsep keadilan.
Dari beberapa nama tersebut John Rawls, menjadi salah satu ahli yang selalu menjadi rujukan baik ilmu filsafat, hukum, ekonomi, dan politik di seluruh belahan dunia, tidak akan melewati teori yang dikemukakan oleh John Rawls. Terutama melalui karyanya A Theory of Justice, Rawls dikenal sebagai salah seorang filsuf Amerika kenamaan di akhir abad ke-20. John Rawls dipercaya sebagai salah seorang yang memberi pengaruh pemikiran cukup besar terhadap diskursus mengenai nilai-nilai keadilan hingga saat ini.
Akan tetapi, pemikiran John Rawls tidaklah mudah untuk dipahami, bahkan ketika pemikiran itu telah ditafsirkan ulang oleh beberapa ahli, beberapa orang tetap menggap sulit untuk menangkap konsep kedilan John Rawls. Maka, tulisan ini mencoba memberikan gambaran secara sederhana dari pemikiran John Rawls, khususnya dalam buku A Theory of Justice. Kehadiran penjelasan secara sederhana menjadi penting, ketika disisi lain orang mengangap sulit untuk memahami konsep keadilan John Rawls.
Teori keadilan Rawls dapat disimpulkan memiliki inti sebagai berikut:
  1. Memaksimalkan kemerdekaan. Pembatasan terhadap kemerdekaan ini hanya untuk kepentingan kemerdekaan itu sendiri,
  2. Kesetaraan bagi semua orang, baik kesetaraan dalam kehidupan sosial maupun kesetaraan dalam bentuk pemanfaatan kekayaan alam (“social goods”). Pembatasan dalam hal ini hanya dapat dizinkan bila ada kemungkinan keuntungan yang lebih besar.
  3. Kesetaraan kesempatan untuk kejujuran, dan penghapusan terhadap ketidaksetaraan berdasarkan kelahiran dan kekayaan.
Untuk meberikan jawaban atas  hal tersebut, Rows melahirkan 3 (tiga) pronsip kedilan, yang sering dijadikan rujukan oleh bebera ahli yakni:
  1. Prinsip Kebebasan yang sama (equal liberty of principle)
  2. Prinsip perbedaan (differences principle)
  3. Prinsip persamaan kesempatan (equal opportunity principle)
Rawls berpendapat jika terjadi benturan (konflik), maka: Equal liberty principle harus diprioritaskan dari pada prinsip-prinsip yang lainnya. Dan, Equal opportunity principle harus diprioritaskan dari pada differences principle.
Dariman tiga prinsip tersebut dilahirkan? Untuk memahami hal tesebut, kita dapat mulai dari gambar dibawah ini.
Pembahasan dibawah ini, akan mengacu kepada penomoran yang terdapat pada gambar di atas.
Poin 1.
Keadilan adalah Kejujuran (Justice as Fairness) Masyarakat adalah kumpulan individu yang di satu sisi menginginkan bersatu karena adanya ik`tan untuk memenuhi kumpulan individu  – tetapi disisi yang lain – masing-masing individu memiliki pembawaan serta hak yang berbeda yang semua itu tidak dapat dilebur dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu Rows mencoba memberikan jawaban atas pertanyaan, bagaimana mempertemukan hak-hak dan pembawaan yang berbeda disatupihak dengan keinginan untuk bersama demi terpenuhnya kebutuhan bersama?
Poin 2
Selubung Ketidaktahuan  (Veil of Ignorance)
  • Setiap orang dihadapkan pada tertutupnya seluruh fakta dan keadaan tentang dirinya sendiri, termasuk terhadap posisi sosial dan doktrin tertentu, sehingga membutakan adanya konsep atau pengetahuan tentang keadilan yang tengah berkembang.
  • Orang-orang atau kelompok yang terlibat dalam situasi yang sama tidak mengetahui konsepsi-konsepsi mereka tentang kebaikan.
Poin 3
Posisi Original (Original Position)
  • Situasi yang sama dan setara antara tiap-tiap orang di dalam masyarakat
  • Tidak ada pihak yang memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya.
  • Pada keadaan ini orang-orang dapat melakukan kesepakatan dengan pihak lainnya secara seimbang.
“Posisi Original” yang bertumpu pada pengertian ekulibrium reflektif dengan didasari oleh ciri Rasionalitas (rationality), Kebebasan (freedom), dan Persamaan (equality). Guna mengatur struktur dasar masyarakat (basic structure of society).
Poin 4
Prinsip Kebebasan yang Sama (equal liberty principle)
Setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan-kebebasan dasar yang paling luas dan kompatibel dengan kebebasan-kebebasan sejenis bagi orang lain. “Setiap orang mempunyai kebebasan dasar yang sama”
Dalam hal ini kebebasan-kebebasan dasar yang dimaksud antara lain:
  • kemerdekaan berpolitik (political of liberty),
  • kebebasan berpendapat dan mengemukakan ekspresi (freedom of speech and expression),
  • kebebasan personal (liberty of conscience and though).
  • kebebasan untuk memiliki kekayaan (freedom to hold property)
  • Kebebasan dari tindakan sewenang-wenang.
Poin 5
Prinsip Ketidaksamaan (inequality principle)
  • Difference principle (prinsip perbedaan) – Ketidaksamaan sosial dan ekonomi diatur sedemikian rupa, sehingga diperoleh manfaat sebesar-besarnya bagi anggota masyarakat yang paling tidak diuntungkan.
  • Equal opportunity principle (prinsip persamaan kesempatan)- Jabatan-jabatan dan posisi-posisi harus dibuka bagi semua orang dalam keadaan dimana adanya persamaan kesempatan yang adil.
Jadi sebenarnya ada 2 (dua) prisip keadilan Rows, yakni equal liberty principle dan inequality principle. Akan tetapi inequality principle melahirkan 2 (dua) prinsip keadilan yakni Difference principle dan Equal opportunity principle, yang akhirnya berjunlah menjadi 3 (tiga) prisip, dimana ketiganya dibangun dari kotrusi pemikiran Original Position.

GOOD GOVERNMENT to be GOOD GOVERNANCE


Tulisan ini merupakan bentuk apresiasi dan keprihatinan terhadap pelayanan publik di daerah, termasuk di Tangsel. Memang telah ada institusi Pemerintah Daerah (Dinas) yang betul-betul memahami substansi good governance, namun di sisi lain masih ada juga yang tidak memahami apa itu good governance, sehingga hal ini tentu sangat melukai dan bertentangan dengan konsep pembangunan era reformasi saat ini, baik dengan pelbagai instrumen peraturan perundang-undangan maupun kebijakan makro pemerintah pusat dalam mengagendakan reformasi birokrasi, good government to be good governance...
Dalam konteks demokrasi modern, akses informasi merupakan bentuk pengakuan terhadap rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN bahwa Asas Keterbukaan” adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Negara (Pemerintahan). Berangkat dari pemahaman tersebut maka substansi good governance harus dapat diimplementasikan dengan baik oleh para penyelenggara Negara, baik di Pusat maupun di Daerah (PEMDA). Namun di sisi lain masih ada Pemerintah Daerah (Dinas) yang tidak memahami apa itu good governance, sehingga hal ini tentu sangat melukai dan bertentangan dengan konsep pembangunan era reformasi saat ini, baik dengan pelbagai instrumen peraturan perundang-undangan maupun kebijakan makro pemerintah pusat dalam mengagendakan reformasi birokrasi, good government to be good governance, hal ini dapat dilihat dari kenaikan gaji Pegawai Negeri pada RAPBN 2011 sebesar 10% dan alokasi anggaran reformasi birokrasi sebesar 1, 4 TriliunLebih dari itu, masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik haruslah dilihat sebagai subyek sekaligus tujuan dari penyelenggaraan pelayanan publik. Secara umumpelayanan publik merupakan usaha pemenuhan kebutuhan dan hak-hak dasar masyarakat, dalam konteks ini penyelenggaraan pelayanan publik berarti tidak hanya yang di selenggarakan oleh pemerintah pusat maupun daerah, tetapi juga oleh penyelenggara swasta.
PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH
Secara filosofis pelayanan publik merupakan salah satu alasan dan tujuan dibentuknya Negara, dengan demikian Negara sebagai pemegang mandat dari rakyat bertanggungjawab untuk menyelenggarakan pelayanan publik sebagai usaha pemenuhan hak-hak dasar rakyatnya. Dalam hal ini, posisi Negara adalah sebagai pelayan masyarakat (public servant) dan pemberi layanan. Sementara, masyarakat memiliki hak atas pelayanan publik Negara karena sudah memenuhi kewajibannya sebagai warga Negara, satu diantaranya yang sangat mendasar adalah telah membayar pajak, baik langsung maupun tidak langsung, dimana pajak merupakan sektor pendapatan Negara terbesar (APBN maupun APBD) yang kemudian dapat membayar gaji para pejabat publik, PNS, Polri, TNI serta menjalankan roda pemerintahan.
Ironisnya, kualitas penyelenggaraan pelayanan publik (masyarakat) kerap kali diperlakukan sebagai pihak yang tidak memiliki daya tawar, seperti prosedur yang berbelit-belit, biaya mahal, pungutan liar, ketiadaan standar pelayanan dan bahkan arogansi aparat (pegawai). Pada posisi ini, maka hak sipil sebagai warga negara (citizen) sejatinya telah dilanggar dalam proses memperoleh pelayanan publik yang memang seharusnya diberikan sebagaimana amanat konstitusi. Akibatnya, pihak penyedia pelayanan dapat bertindak semaunya tanpa merasa bersalah (guilty feeling) kepada masyarakat.
BIROKRASI WARISAN PENJAJAH
Dalam prespektif histories, suap merupakan masalah yang sudah memiliki akar budaya, dalam bahasa Indonesia kosakata selain suap sangat banyak, tetapi yang tampaknya paling memiliki akar budaya adalah istilah upeti, berasal dari kata utpatti dalam bahasa Sansekerta yang berarti bukti kesetiaan. Upeti adalah suatu bentuk persembahan dari  adipati atau raja-raja kecil kepada raja penakluk, sebagai imbalannya, raja penakluk memberikan perlindungan kepada kerajaan-kerajaan kecil yang diperintah oleh para adipati tersebut, karena ketika itu pemerintahan masih menggunakan sistem kerajaan yang kemudian dimanfaatkan oleh penjajah Belanda. Upeti merupakan salah satu bentuk tanda kesetiaan yang dapat dipahami sebagaisimbiosis mutualisme. Sistem kekuasaan yang mengambil pola hierarkis ini ternyata mengalami adaptasi di dalam sistem birokrasi modern di Indonesia. Ini menggambarkan betapa sistem upeti yang telah berlangsung selama berabad-abad itu tetap menjadi pola transfer kekuasaan antara rakyat dan penguasa. Pola  patron-client sebagai alat tukar kekuasaan dan dianggap standar yang wajar bagi para birokrat modern.
MENYONGSONG ERA BARU PALAYANAN PUBLIK
Tujuan pelayanan publik kini telah terjawab, meskipun dibeberapa Pemerintah Daerah seperti Blitar, Jembrana dan Boalermo telah mampu mewujudkannya jauh sebelum Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik ini dilahirkan, namun setidaknya Undang-undang ini menjadi dasar hukum dalam menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, serta untuk memberi perlindungan bagi masyarakat dari penyalahgunaan wewenang dalam memperoleh barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Undang-undang ini juga memerintahkan kepada penyelenggara pelayanan publik untuk menyusun dan menetapkan standar pelayanan sebagai tolok ukur kualitas pelayanan, biaya/tarif (berdasarkan Perda pada Tk. Daerah), jangka waktu penyelesaian dan penanganan pengaduan, saran serta masukan. Selain itu penyelenggara pelayanan publik juga berkewajiban untuk menyusun, menetapkan dan mempublikasikan maklumat pelayanan, yaitu pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam standar pelayanan, dilengkapi dengan klausul hak masyarakat untuk mengetahui kebenaran dan mengawasi pelaksanaan standar pelayanan tersebut. Melanggar ketentuan tersebut konsekuensinya dimulai dari pembebasan dari jabatan, penurunan gaji, pangkat bahkan pemberhentian tidak dengan hormat. Jika beberapa daerah yang jauh dari ibu kota Negara mampu, maka seyogianya Kota dan Kabupaten di Banten pun harus mampu untuk mengimplementasikannya.